Haven menghempaskan diri di kasur besar yang
menyempitkan kamar kecilnya. Ia menarik benda kecil yang masih terikat rapih
dirambutnya dan menyimpan ikat rambut itu di atas meja kecil di samping tempat
tidurnya lalu ia membalikkan badannya menatap sudut-sudut kayu yang tersusun
rapih di langit-langit dinding.
“Bebas!”
gumam Haven sambil tersenyum lebar.
Gelas bening yang terisi
setengah air putih di atas meja kecil lainnya ia tatap baik-baik, hingga kedua
matanya terpicing “Oh, damn.” Seru Haven sambil mendekat ke arah gelas bening
itu lalu mengambil kertas kecil yang bersandar di balik gelas itu, ia
memandangi kertas itu sambil tersipu malu ia berusaha menahan senyumnya namun
terlalu naif untuk menyembunyikan bahagianya.
Biru
jeans serta kemeja hitam berlengan panjang yang terlipat ditepi sikutnya dengan
sentuhan kaos warna-warni yang terpadu rapih bersama kulit manis yang dimiliki
Haven. Ia membiarkan rambutnya tergerai berombak di tepi pundaknya, membuat
penampilannya menjadi menarik.
Benda
yang ada dihadapan Haven menampilkan dirinya, ia menghembuskan napas panjang
sambil tersenyum menatap wajahnya di balik cermin yang menutupi salah satu
sudut dinding kamarnya.
Bersama
sepatu ketsnya Haven berlari menelusuri dinginnya angin malam. Ia menatap jam
digital di ponselnya yang menunjukkan angka 00:13. Satu pukulan tepat di pundak
yang membuat Haven berbalik arah. “Hai,” serunya sambil meraih lengan pria di
hadapannya.
“Dia
sudah menunggumu terlalu lama, ayo.” Jelas pria itu sambil menatap Haven dengan
penuh senyuman tawa.
Haven
hanya mencari-cari sosok yang dimaksud oleh Kenzo sambil mengikutinya dari
belakang.
“Hai,”
Sapa Haven malu kepada dua orang pria di hadapannya yang salah satunya pria
yang memberinya sebuah ajakan lewat kertas kecil yang bertuliskan :
“Ayo,” Seru Kenzo Sambil mendorong Haven ke hadapan
Levi.
Haven
hanya mengangkat kedua tangannya yang menandakan tidak tahu apa-apa ketika pria
itu menatapnya heran. Levi Green menatap Haven dengan tatapan datar seolah
diantara mereka berdua tidak terjadi apa-apa.
Kendaraan beroda dua ini terparkir di sisi
jalan. Haven turun melangkah mendekat pemandangan kilauan cahaya lampu
pemukiman warga New York. Cahaya lampu pemukiman itu menghiasi air yang
terlihat hitam gelap karena langit malam.
Levi Green berjalan mendekat ke arah Haven yang sedang
duduk di tepi tebing setinggi perutnya.
Mereka
berdua duduk tepat bersampingan sehingga punggung lengan mereka bertemu satu sama
lain.
Getaran-getaran
kecil hadir dalam benak Haven, ia sedikit menoleh ke arah Levi. Wajah Levi
kembali menatapnya.
Mata
mereka bertemu.
Haven
berbalik kembali menatap kilauan cahaya di ujung sana. “Mirza dan Kenzo
kemana?” tanyanya memecah keheningan.
Levi
hanya terdiam terpaku memandangi pemandangan, sebenarnya ia sama sekali tidak
memandangi apapun pikirannya kosong pandangan buyar.
Haven
hanya menatapnya dengan heran. “Lev? Kau baik-baik saja, kan?”
“Ya,”
seru Levi singkat sambil kembali menatap Haven lalu tersenyum kecil.
Tas
ransel hitam bergantung disebelah pundak Haven dan membiarkan tasnya berada
dalam pangkuannya lalu duduk di deretan bangku, dari seberang jalan ia
memerhatikan seseorang dengan balutan sweater biru laut meski hanya dari
belakang ia tahu betul pria itu adala Levi Green.
Haven
menunggu pria itu berbalik arah kehadapannya dan baru akan menyapa setelah
itu. Namun kenyataan lain berbeda, Levi mendekati seorang gadis yang tak dikenalnya.
Menyapanya persis ketika Levi menyapa Haven.
Pandangannya menunduk menatap ke ujung sepatu lalu beralih memerhatikan tali sepatu. Haven merasakan
sesak di dadanya, ia hanya memejamkan matanya dengan menyakinkan hatinya lalu
mengatur nafasnya.
“Hei…
Kau lihat Levi?”
Suara itu
tepat berada di hadapannya, namun Haven masih mengatur nafasnya sambil
menunduk.
Mirza
menepuk pundak Haven dengan pelan lalu bertanya kembali. “Kau lihat Levi? Kau
tahu dia kemana?”
Haven hanya
menatap Mirza dengan tatapan bingung lalu tersenyum. “Aku tidak melihat Levi
daritadi Mirza.” Lalu beranjak berdiri. “Kau mau ikut?”
Mirza
mengusap dagunya yang tidak terasa gatal lalu beralih menatap Haven setelah
mendengar ajakan Haven. “Kau mau kemana?”
“Tempat
dimana hanya ada suara ombak.”
Mirza
hanya menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum yang menandakan ia bersedia
ikut.
“Pemandangan yang indah bukan?”
Mirza
memerhatikan wajah Haven lalu kembali menatap pesisir laut itu. “Haven?”
“Ya,”
gumam Haven pelan sambil menikmati suara ombak.
“Kau
dan Levi adalah pasangan yang sempurna.”
Haven
menatap Mirza dengan heran.
Mirza
berbalik menatap Haven dengan wajah penuh kebingungan sambil tersenyum lebar.
Mereka
berdua saling menatap.
Haven hanya
tertawa kecil ketika menatap wajah Mirza. “Aku dan Levi tidak ada hubungan
apa-apa hanya sebatas dekat saja.”
“Ha? Tapi
kalian itu…”
Haven menyandarkan
kepalanya di pundak Mirza. “Tadi aku melihatnya menyapa seorang gadis
diseberang jalan.”
“Lalu?
Kau tidak menyapanya?”
“Mmm,”
gumam Haven pelan sambil memenjamkan mata.
“Kau
menyerah begitu saja?”
Haven
mengangkat kepalanya lalu berbalik menatap Mirza yang balik menatapnya dengan
senyuman kecil.
“Kalian
terlihat cocok saat bersama, lalu apa yang kau tunggu darinya?”
Haven
memicingkan matanya menunjukkan ia sedang memikirkan sesuatu dalam pikirannya. “Menunggu
dia duluan yang memulai.” Tegas Haven sambil menatap Mirza.
“Kalian berdua itu seperti laut yang
dihiasi langit senja. Terlihat cocok saat dilihat bersama namun kenyataannya
kalian memiliki jarak yang sangat jauh sehingga satu sama lain sulit
menjangkaunya.” Jelas Mirza sambil beranjak dari tempat duduknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar